Kamis, 28 September 2017

Pacarku Jodohku?

“ Kita menikah”.
“Apa? menikah? Tanpa restu orang tuamu?”. Nada suaraku meninggi.
“ Iya. Aku hanya punya Hp ini. Nanti aku jual buat mengawali hidup kita di sini. Aku akan segera cari kerja di sana.”
“ Sudahlah, lebih baik kamu pulang. Dan ikuti saja kehendak orang tuamu. Memangnya ada jaminan dengan aku menikah denganmu kamu akan tetap mencintaiku sampai tua?. “
“Kok bilang seperti itu!”. Wajahnya mulai menunjukkan ketidak sukaannya dengan perkataanku.
“Bukankah dengan menemui gadis itu kamu sudah meragukan cintaku yang selama ini aku percayakan kepada-mu. Saat itu di mana posisiku? Saat itu apa yang kamu pikirkan tentang aku? Saat di mana aku sudah bermimpi akan membina rumah tangga denganmu tapi saat itu kamu mencoba untuk berpaling dariku”.

Wajahnya tertunduk dan terdiam.

“Iya aku memang salah. Aku minta maaf. Saat itu aku hanya menuruti saran saudaraku untuk melihat gadis tsb. Aku sangat sayang sama kamu. Aku tidak bisa berpisah denganmu. Sakit jika aku harus meninggalkanmu. Kenapa kamu buat aku seperti ini. Bukankah kamu sebenarnya tidak ingin hubungan kita berakhir? Bukankah kamu juga sangat sayang sama aku?“ Matanya terlihat sembab.
“ Tak ada gunanya penyesalan. Semua sudah terlanjur. Bukankah kedua keluarga sudah membuat kesepakatan pernikahan kalian.  Laki – laki itu yang dipegang ucapannya. Apa yang diucapkan akan lahir suatu bentuk tanggung jawab. Kalau tidak bisa melaksanakan ucapannya berarti laki – laki tersebut dipastikan tidak bertanggung jawab.” Suaraku mulai datar.

Hari – hari ku lalui dengan perasaan terluka. Sempat aku berfikir bagaimana caranya aku tidak melewati hari di mana dia akan melangsungkan pernikahan. Apakah aku harus minum obat tidur selama sehari semalam agar aku tak menemui hari itu. Berharap bangun dari tidurku tidak terjadi apa – apa dalam hidupku.

“ Bagaimana keadaanmu? “ Suaranya terdengar berat.
“ Keadaanku baik. Bagaimana dengan persiapan pernikahannya? “. Suaraku aku tegarkan. Berharap agar dia tahu bahwa keadaanku sangat baik. Semakin aku menahannya suaraku semakin tersekat. Dan saat itulah pecah isakku. Suaranya begitu aku rindukan. Suaranya mungkin tak akan aku dengar lagi setelah ini.
 “ Aku tidak mempersiapkan apapun. Aku tidak akan berhenti mencintaimu walau aku tak bisa memilikimu. Aku berangkat.” Pamitnya sebelum berangkat melaksanakan ijab – qobul.

Aku benar – benar tidak percaya ini akan terjadi. Dadaku sesak. Aku tidak bisa bernafas. Tanganku masih memegang Hp di telingaku. Kaki dan tanganku pun mulai lemas.

“Tuhan selamatkan aku”. Gumamku.

Oh Tuhan, inikah jawaban-Mu setiap kali aku berfikir bahwa aku ingin mengakhiri hubunganku dengannya. Bukan karena aku tidak mencintainya tapi aku lebih berfikir yang aku lakukan adalah dosa. Berfikir bagaimana caranya aku berpisah dengannya. Hubungan yang tidak halal itu membuatku terus terjerumus dalam dosa. Aku sekarang terlanjur sangat mencintainya.  Tuhan andaikan dari dulu aku tau bahwa berpacaran tidak pernah memberikan jaminan bagiku akan berjodoh dengannya, maka aku tidak akan mengambil langkah ini.
Aku akan mengambil jalan ini karena Engkau Tuhan. Aku berjanji pada diriku sendiri bahwa aku tidak akan mengulangi lagi jalan ini. Aku percaya pada akhirnya nanti Engkau akan mempertemukan aku dengan jodohku dengan cara yang Engkau ridloi.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar